22.6.09

Tayuban: Buka Giling Pabrik Gula

Pesta Rakyat sebuah perayaan buka giling pabrik gula tiba. Biasanya antara bulan april-mei, dengan berbagai lomba, perayaan dan pesta buka giling yang berlangsung selama satu bulan.
Aku dan kawan-kawan sewaktu kecil menyambutnya dengan suka cita. Putra-putri Sacharosa (red. Nama latin tebu), sebutan bagi semua anak-anak karyawan pabrik gula. Ayahku bekerja sebagai staff tehnik, dengan jabatan Masinis II dengan fasilitas perumahan, kesehatan, tunjangan dan lainnya. Kadang banyak masyarakat sekitar memandang kita sebagai “kaum priyayi”. Budaya peninggalan Hindia Belanda masih sangat kental terasa…budaya kolonial.

Aku dan kawan-kawan masa kecilku memakai baju baru. Berdiri diatas panggung dalam balai pertemuan peninggalan Belanda yang megah disaksikan Keluarga Besar Pabrik Gula untuk menyanyikan lagu :

Bunga tebu berbulu-bulu…
Putih-putih kelabu… (lanjutnya lupa)

Dari kecil, aku selalu mengkuti kemana orang tuaku berpindah dari pabrik gula ke pabrik gula lainnya; dari PG Semboro, PG Olean, PG. Asembagus, PG Olean dan terakhir PG Panji sehingga Ayahku menjalani masa pensiun.
Pengalaman waktu kecil di seputar pabrik gula itu sungguh menyenangkan karena dipenuhi berbagai fasilitas.

Tayuban: wilayah pesisir utara
Pesta rakyat yang ditunggu-tunggu menyambut panen raya tebu, yang menandai musim giling pabrik gula dimulai. Karyawan dan Masyarakat sekitar pabrik gula menyambutnya suka cita dengan doa dan berbagai pesta. Pesta itu dikenal dengan “Tayuban” Diawali dengan lomba-lomba olahraga; bulutangkis, bola volley, sepak bola, tennis lapangan, tennis meja, kasti, dan jalan sehat sampai gobak sodor. Dilengkapi kegiatan sosial melalui donor darah dan bantuan soial bagi keluarga miskin. Pagelaran seni tradisional tidak ketinggalan seperti : ludruk, wayang kerte (wayang orang Madura), reog, jaranan dan wayang kulit. Biasanya diawali dengan ritual pagi harinya dengan penanaman kepala macan atau kepala kerbau di dekat pabrik oleh seorang tokoh ritual.

Saat-saat seperti itu keceriaan terpancar dari wajah-wajah petani tebu, masyarakat sekitar pabrik gula serta seluruh manajemen dan karyawan pabrik beserta keluarganya. Hal itu bisa dimaklumi, karena sebentar lagi roda ekonomi akan bergerak, lapangan kerja akan terbuka, pendapatan akan mengalir, dan harapan yang sudah menunggu selama satu tahun (selama periode tanam tebu) akan segera bisa dinikmati. Petani tebu, manajemen dan karyawan, para mandor, tukang tebang, jasa angkutan, penjual makanan dan minuman, semuanya akan kecipratan rezeki dari industri pertanian peninggalan Hindia Belanda ini.


Petik Tebu Manten : wilayah pesisir selatan
“Pesta kebun tebu” yang dilakukan oleh masyarakat pertebuan di wilayah kerja PG Semboro Jawa Timur diawali dengan prosesi “Petik Tebu Manten”. Kegiatan awal rangkaian “pesta giling” yang akan berlangsung selama satu bulan penuh dengan aneka kegiatan perayaan. Makna “petik tebu manten” dalam acara ini adalah prosesi untuk mengawali panen tebu yang secara simbolis diwakili oleh beberapa batang tebu. Jumlah batang tebu yang diambil dalam “petik tebu manten” didasarkan pada neptu dan pasaran, yakni sebuah perhitungan horoskop yang didasarkan pada kalender Jawa. Sedang arah tebu yang dipetik pertama kali ditetapkan berdasarkan neptu, hari dan pasaran. Secara fisik, tebu yang dipilih merupakan tebu yang baik dan diperlambangkan sama dengan manten (pasangan mempelai) dalam adat Jawa. Untuk simbolisasi mempelai laki-laki dinamai Raden Bagus Rosan, sedangkan mempelai perempuan dinamai Diah Roro Manis.

Pada acara “petik tebu manten” PG Semboro, jumlah tebu yang dipetik pertama kali berjumlah 13 batang dan diambil dari arah timur (wetan=Jawa) PG Semboro. Pranoto coro (pembawa acara) menjelaskan bahwa arah asal tebu tersebut memiliki makna filosofis yang dalam bahasa Jawa disebut dengan wiwitan (permulaan). Artinya, segala sesuatu harus dimulai dengan keinginan yang kuat dan dalam konteks ini adalah keinginan yang kuat untuk meningkatkan taraf hidup petani tebu. Sehingga asal tebu tersebut merupakan simbol pesan atau nasehat bahwa untuk bisa meningkatkan kesejahteraan petani tebu diperlukan motivasi atau spirit yang kuat.
Tebu manten diiringi oleh “tebu pengiring manten” yang jumlahnya juga sebanyak 13 batang dan diambil dari posisi tengah-tengah dari jarak antara tempat lokasi tebu manten diambil dan lokasi PG Semboro. Lokasi berada di tengah dalam bahasa Jawa disebut pancer dan memiliki makna filosofi bahwa PG semboro merupakan pusat aktivitas processing tebu menjadi gula dengan bahan baku tebu yang didatangkan dari berbagai arah. Maka PG semboro akan menjadi pusat aktivitas masyarakat pertebuan dalam memproses tanaman tebunya menjadi gula.
Prosesi “petik tebu manten” dilaksanakan oleh sesepuh manajemen PG dan sesepuh petani tebu serta dilaksanakan mirip prosesi pernikahan dalam adat Jawa. Prosesi dimulai dengan memetik “tebu manten” pada sore hari untuk di “pingit” atau diinapkan dalam sebuah gubug berlokasi di areal kebun tebu yang telah ditetapkan. Gubug tersebut dinamai “Pondok Asri” dan di dekorasi sebagaimana tempat resepsi pernihakan dengan segala ubo rampe (peralatan) yang diperlukan dalam pernikahan dalam adat Jawa. Ubo rampe dibedakan dalam dua jenis, yaitu ubo rampe regol (pintu masuk) dan ubo rampe temanten (mempelai) yang mana masing-masing ubo rampe memiliki makna filosofi. (Sumber : arumsabil.com)


2 komentar:

cebong ipiet mengatakan...

ngertiku tayuban ning tuban :D

mindscape mengatakan...

he...he banyak tayuban di dataran Jawa Timur...piet

Posting Komentar

Video Lumpur

Profil

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Catatan pikiran seseorang relawan kemanusiaan yang mencoba berimajinasi melalui inderanya terhadap lingkungan... Kontak : Adjie RS HP : 081234542038 email : adjie_rs@yahoo.com

Recent Post


 

Template by NdyTeeN